Jumat, 16 November 2012

aplikasi pembaca ebook

ebook bentuknya bermacam-macam, ada yang pdf, djvu, prc, dll. untuk membaca ebook dalam bentuk djvu kawan-kawan bisa download di link ini http://adf.ly/EsxsL

Minggu, 11 November 2012

referensi pengetahuan ilmu sejarah

bagi temen2 yang mau mempelajari ilmu sejaraah bisa down load buku-bukunya di sini
http://adf.ly/Ehhg9

Senin, 23 April 2012

GERAKAN SALAF


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salafiyah merupakan salah satu aliran dari banyak aliran dan berbagai macam  paham dalam Islam. Dalam agama Islam telah terjadi banyak perbedaan pendapat yang melahirkan berbagai mazhab dalam aspek-aspek I’tiqad, politik dan fikih.
Perbedaan ini sebenarnya tidak sampai menyentuh inti dari agama Islam dan  tidak berkaitan dengan sendi-sendi Islam yang dapat diketahui dengan mudah. Contohnya hukum haram memakan babi, minuman keras, memakan bangkai. Perbedaan tersebut juga tidak menyangkut masalah keesaan Tuhan, kesaksian bahwa nabi Muhammad adalah Rasulullah, bahwa Al-Qur’an adalah dari sisi Allah.
Rasulullah pernah bersabda :
إفترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة, وافترقت النصارى على إثنتين وسبعين فرقة, وستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة
“Kaum Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, kaum Nasrani terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan”
Meskipun keshahihannya masih diperdebatkan, namun ada banyak riwayat yang saling menguatkan sehingga tidak ada keraguan tentang makna yang dikandungnya. Hal-hal yang menyebabkan perbedaan di kalangan umat Islam antara lain fantisme golongan, perbutan kekuasaan, penggalian hukum dan lain-lain.
Ketika umat Islam mengalami kemunduran dan degenerasi umat, maka muncul apa yang disebut dengan masa taklid. Pada masa ini umat Islam sangat mundur dalam berbagai bidang, baik pemikiran keagamaan, politik, sosial, ekonomi, maupun moral. Setelah Baghdad jatuh ke tangan Mongol, Negara Islam jatuh bangun, para penguasa tidak berdaya, kezaliman merajalela dan para ulama tidak berijtihad secara murni lagi. Sementara itu masyarakat muslim banyak menjadi penyembah kuburan nabi, ulama, tokoh-tokoh tarekat, dan sufi untuk mengharapkan berkah para nabi dan aulia.
Dalam situasi sepert itu muncul ulama yang ingin membangun kembali alam pikiran kaum muslimin dengan menyadarkan mereka agar kembali pada al-Qur’an dan hadis sebagaimana yang telah ditempuh kaum salaf. Gerakan ini dipelopori oleh Ibn Taimiyah pada abad 7 Hijriah. Ia mendesak kaum muslimin dengan gencar agar kembali pada ajaran yang utama, al-Qur’an dan sunnah Nabi saw (Ensiklopedi Islam, 1994: 204).
Ia menyiarkan pahamnya  ini dengan gencar sehingga menyebabkan perselisihan antara mereka dengan Asy’ariyah. Pada abad ke-12 Hijriyah muncul ajaran serupa yang di bawa oleh Muhammad  ibn Abdul Wahhab yang terus menerus mengampanyekannya sehingga membangkitkan amarah ulama. Gerakan ini pada awalnya dinamakan dengan Wahhabiyah  namun karena berkonotasi negatif mereka menamakannya dengan Salafiyah. Penyebabnya adalah dikarenakan dalam menyebarkan pahamnya mereka menggunakan kekerasan.
Sebenarnya gerakan semacam ini pernah muncul pada abad ke-4 Hijriyah, mereka terdiri dari ulama mazhab Hanbali yang berpendapat bahwa garis besar pemikiran mereka bermuara pada pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal yang menghidupkan akidah ulama salaf dan berusaha memerangi paham lainnya (Abu Zahrah, 1996: 225).
B.     Pokok Masalah
Dari uraian diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: Apa yang dimaksud dengan golongan  salaf? Bagaimana metode berfikir mereka? Dan bagaimana pemikiran mereka?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Kata Salafiyah berasal dari kataسلف, يسلف, سلفا ,  yang berpadanan dengan kata تقدم dan مضى, yang dapat diartikan dengan berlalu, sudah lewat atau terdahulu ( Ensiklopedi Islam, 1994:203). Dalam al-Qur’an kata salaf digunakan untuk merujuk pada masa lalu seperti dalam surat al-Maidah ayat 95:
$xÿtã ª!$# $£Jtã y#n=y 4
“Allah telah memaafkan apa yang telah lalu”
Dan juga dalam surat al-Anfal ayat 38 :
@è% z`ƒÏ%©#Ïj9 (#ÿrãxÿŸ2 bÎ) (#qßgtG^tƒ öxÿøóムOßgs9 $¨B ôs% y#n=y bÎ)ur (#rߊqãètƒ ôs)sù ôMŸÒtB àM¨Yß šúüÏ9¨rF{$# ÇÌÑÈ  
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi Sesungguhnya akan Berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ".
Salafiyah ialah orang-orang yang mengidentifikasikan pemikiran mereka dengan pemikiran para salaf (Abu Zahrah, 1996: 225). Dalam kepustakaan Islam sering disebut perkataan salaf al-shalih, yang berarti orang saleh terdahulu atau yang sudah lewat. Para ahli menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan salaf al-shalih adalah orang-orang yang hidup pada zaman nabi sampai abad ke-3 Hijriah ( Ensiklopedi Islam, 1994: 203). Sebagaimana sabda Rasul :
عن عمران ابن حصين رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلعم "إن خيركم قرنى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم". متفق عليه
“Sebaik-baik dari kalian adalah pada masaku, kemudian setelah mereka, kemudian  setelah mereka”
Jadi Salafiyah adalah kelompok yang mengaku sebagai pengikut pemuka agama yang hidup dimasa lalu dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Baik yang berkaitan dengan akidah, syari’at dan perilaku keagamaan. Bahkan sebagian ada yang menambahkan bahwa salaf mencakup Imam Mazhab, sehingga Salaf adalah tergolong pengikut mereka dari semua sisi keyakinan keagamaannya.
Pokok ajaran dari ideologi dasar Salafiyah adalah bahwa Islam telah sempurna dan selesai pada waktu  masa Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya, oleh karena itu tidak dikehendaki inovasi yang telah ditambahkan pada abad nanti karena material dan pengaruh budaya. Paham ideologi Salafiyah berusaha untuk menghidupkan kembali praktek Islam yang lebih mirip agama Nabi Muhammad selama ini.
B.     Macam-macam Salafiyah
John L. Esposito (2001) membagi golongan Salafiyah menjadi tiga macam berdasarkan periodenya:
1.      Salafiyah klasik
Ketika muncul berbagai perdebatan sengit antara penganut mazhab-mazhab teologi, timbul kecenderungan intelektual untuk kembali kepada Islam yang murni. Pelopornya adalah Imam Ahmad Ibn Hanbal, beliau merupakan salah satu dari empat Imam mazhab. Beliau adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat luhur dan tinggi. Ia lahir di Baghdad pada bulan Rabiul Awal th 164 H. Di antara guru-gurunya ialah Abu Yusuf Yakub ibn Ibrahim al-Qadhi, ia mempelajari fiqh darinya. Beliau belajar hadis dari Husyaim ibn Basyir dan beliau juga pernah berguru pada Imam Syafi’i (Ahmad al-Syarbasi, 2001).
Dalam menghadapi Mu’tazilah tentang penciptaan al-Qur’an dia memberikan prinsip-prinsip. Pertama, keutamaan teks wahyu atas akal. Dia mengabaikan ta’wil teks dan menjelaskan teks sesuai dengan filologi Arab, hadis, pemahaman sahabat nabi, dan penerus mereka. Kedua, penolakan terhadap ilmu kalam, dan menganggapnya bid’ah. Ketiga, ketaatan pada al-Qur’an, Sunnah, dan Ijmak para leluhur shalih. Dan ia menetapkan pedoman yang ketat dalam penggunaan ijtihad dan membatasi penggunaan qiyas.
Dalam perjalanannya pendekatan ini berevolusi seiring berjalannya waktu. Adalah Ibn Taimiyah yang banyak menyumbang dalam evolusi tersebut. Ibn Taimiyah adalah ulama besar dari Harran, Turki yang mempunyai nama lengkap Abu al-Abbas Taqiuddin Ahmad ibn Abdus Salam ibn Abdullah ibn Taimiyah al-Harrani. Ia lahir pada10 Rabiul Awal 661 H (22 Januari 1263 M).
Ia berasal dari keluarga religius, ayahnya Syihabudin ibn Taimiyah adalah ulama, hakim, dan khatib. Begitu pula kakeknya adalah ulama yang menguasai fiqh, hadis, tafsir, ilmu ushul, dan hafidz (republika.co.id).
Sejak kecil beliau sudah menunjukkan kecerdasannya. Pada umur 17 tahun ia sudah mengajar dan berfatwa, terutama dalam bidang ilmu tafsir, ilmu ushul, dan ilmu lainnya. Ia wafat di dalam penjara Qal’ah Dimasyqy pada 20 Dzul Hijjah 728 H (1328 M), dan di saksikan oleh muridnya, Ibn al Qayyim. Ibn Taimiyah berada dalam penjara selama 27 bulan lebih beberapa hari.
Pendekatannya berfokus pada tauhid, serta menyangkal argumen ideologis mazhab teologi. Namun dalam beberapa hal ia agak berbeda dengan mazhab Hanbali. Dia menolak taklid dan ijmak, menyetujui penggunaan qiyas, serta mempertahankan pandangannya sendiri dalam beberapa masalah fikih.
2.      Salafiyah Pra Modern
Pada abad ke-18, beberapa gerakan reformasi muncul untuk menangani kehancuran moral dan sosial umat muslim. Wahhabiyah adalah gerakan terpenting. Pendirinya Muhammad Ibn Abdul Wahhab (1703-1792) menggunakan ajaran Ibn Hanbal dan Ibn Taimyah dalam keinginannya untuk memurnikan semenanjung Arab dari praktik non-Islam dan membangun negara Islam yang meneladani negara yang didirikan oeh nabi. Mereka tetap menafsirkan agama secara harfiah dan terikat pada masa lalu. Mereka berjuang bukan untuk membangun model yang bisa hidup pada masa depan, melainkan menciptakan kembali model awal nabi dan para sahabatnya.
3.      Salafiyah Modern
Salafiyah modern dipelopori oleh Jamal al-Din al-Afghani (1859-1897) dan Muhammad Abduh (1849-1905) pada pergantian abad 20. Tujuan utamanya adalah menyingkirkan dari umat Islam mentalitas taklid dan jumud (stagnasi) berabad-abad, mengembalikan Islam pada bentuk murninya, dan mereformasi kondisi moral, budaya, dan politik.
Mereka mengidentifikasi akar masalah tidak terdapat pada ajaran Islam, tetapi dalam infitrasi konsep dan praktik asing, disintegrasi umat Islam, dan praktik despostisme politik. Distorsi keyakinan keyakinan Islam dasar menyebabkan sikap kepasrahan, kepasifan, dan ketundukan dikalangan muslim, yang berujung pada  stagnasi dan peniruan buta oleh para ulama tradisionalis.
Seperti Salafiyah klasik, para reformator modern juga meyakini bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang tidak tercipta, dan menolak penafsiran esoterik dari ayat-ayatnya. Meskipun mereka berusaha kembali kepada sumber otoritas Islam -al-Qur’an dan Sunnah- Salafiyah modern selangkah lebih jauh dalam usaha mereka membuat sintesis antara teks dan akal. Mereka menganggap wahyu dan akal sepenuhnya harmonis. Bilamana tampak ada kontradiksi keduanya, mereka menggunakan akal untuk penafsiran ulang teksnya.
C.    Cara Berfikir Kaum Salaf
Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah dalam menerangkan akidah Islam menggunakan metode falsafi yang mereka tiru dari Yunani. Motivator mereka menggunakan metode ini adalah untuk membela Islam.
Kaum Salaf menentang penggunaan metode ini. Mereka menginginkan agar pengkajian akidah kembali kepada prinsip-prinsip yang dipegang oleh para sahabat dan tabi’in. Mereka mengambil prinsip-prinsip akidah dan dalil-dalil yang mendasarinya dari al-Qur’an dan Sunnah, serta melarang untuk mempertanyakan dalil-dalil itu.
Mereka tidak percaya kepada akal karena akal dapat menyesatkan. Mereka hanya percaya kepada nash dan dalil-dalil yang diisyaratkan oleh nash, sebab ia merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi.
Ibn Taimiyah berpendapat bahwa tidak ada jalan untuk mengetahui akidah, hukum-hukum dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya kecuali dari al-Qur’an dan al-Sunnah yang menjelaskannya. Akal manusia tidak mempunyai otoritas untuk menta’wilkan al-Qur’an, menginterpretasikannya, atau mentakhrijnya kecuali sekedar yang di tunjukkan oleh berbagai susunan kalimat al-Qur’an dan yang terkandung dalam berbagai hadis.
Intinya metode Salaf  yaitu menempatkan akal berjalan di belakang dalil naqli, mendukung dan menguatkannya. Akal tidak berdiri sendiri untuk dipergunakan menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan makna-makna nash.

D.    Pemikiran Kaum Salaf
Kaum salaf  membahas persoalan-persoalan yang biasa dibahas dalam ilmu kalam, seperti keesaan Tuhan, sifat-sifatnya, al-Qur’an makhluk atau bukan makhluk, serta sifat dan ayat yang mengandung penyerupaan Allah dengan makhluk.
Mengenai masalah wahdaniyah (keesaan Tuhan) mereka tidak berbeda dengan kaum muslimin lainnya. Namun ada beberapa hal yang bertentangan dengan Jumhur kaum muslimin. Misalnya, mereka berkeyakinan bahwa mengangkat perantara untuk mendekatkan diri (tawasul) kepada Allah dengan salah seorang hambaNya yang telah meninggal bertentangan dengan keesaan Tuhan. Berziarah ke Raudlah dan berdoa sambil menghadap ke kubur seorang nabi atau wali bertentangan dengan keesaanNya.
Mereka menetapkan apa saja yang tersebut dalam al-qur’an mengenai sifat-sifat Allah atau keadaan Nya. Mereka menetapkan sifat cinta, murka, benci, berbicara, serta mempunyai wajah dan tangan tanpa mentakwilkan dan tanpa menafsirkan dengan selain pengertian yang dzahir itu. Tapi semua sifat itu tidak sama dengan makhluk.
Ibn Taimiyah mengatakan bahwa Allah mempunyai tangan tanpa penjelasan bagaimana bentuknya dan tanpa menyerupakan dengan makhluk. Ia juga mengatakan mazhab salaf berada di antara paham nihilisme (meniadakan persamaan dengan makhluk) dan paham antrophomorfisme (menyamakan Tuhan dengan makhluk).
Namun pendapat mereka mendapatkan tentangan dari ulama lainnya, karena pandangan tersebut dapat mengakibatkan paham tasybih dan tajsimiyah. Meskipun mereka mengatakan tidak mengartikan sifat-sifat itu menurut pengertian bahasa dan tidak mengartikannya dengan pengertian lahiriah yang sudah dikenal, akan tetapi pengertian yang lahir inilah yang dikenal oleh banyak orang, sedangkan pendapat mereka telah diikuti oleh banyak orang awam
Menurut Ibn Taimiyah sikap yang paling selamat adalah tafwidh (pasrah tanpa menakwilkan) yang diklaimnya sebagai sikap para ulama Salaf yang saleh. Ia bersandar kepada firman Allah :
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»tƒ#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷ƒy tbqãèÎ6®KuŠsù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#ƒÍrù's? 3 $tBur ãNn=÷ètƒ ÿ¼ã&s#ƒÍrù's? žwÎ) ª!$# 3 tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)tƒ $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎn/u 3 $tBur ㍩.¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ  
“Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.
Imam al-Ghazali berbeda pendapat dengannya. Ia mengatakan bahwa lafadz tentang Allah dalam al-Qur’an dan Hadis mempunyai beberapa makna, yaitu yang dzahir dan makna metaforis. Misalnya ayat :
ßtƒ «!$# s-öqsù öNÍkÉ÷ƒr& 4
“tangan Allah di atas tangan mereka”
Lafadz tersebut memiliki dua makna : pertama, makna asli menurut pengertian bahasa, yaitu daging, tulang dan urat yang merupakan anasir jism (tubuh) serta mempunyai sifat khusus. Kedua, makna metaforis, lafadz tangan terkadang dipinjam untuk pengertian lain yang bukan jism. Misalnya, “negeri ini di tangan penguasa”. Kalimat tersebut dapat dipahami meskipun penguasa itu tidak bertangan. Jadi makna yang dikehendaki adalah makna kedua karena mustahil bagi Allah mempunyai daging, tulang,darah sebagaimana jism.
Mengenai kemakhlukan al-Qur’an Ibn Taimiyah berpendapat bahwa firman Allah yang diturunkan itu tidak diciptakan. Dan al-Qur’an bukanlah sifat kalam yang qadim,yang berdiri pada Dzat Allah. Ia mengatakan kalam Allah qadim ketika Dia berbicara dengan kehendak dan kekuasaanya. Namun ketika dikatakan bahwa Allah memanggil dan berbicara dengan suara, maka tidak berarti suara itu qadim. Bila Allah membicarakan al-Qur’an, Taurat, dan Injil, maka mereka tidak bisa menolak bahwa Allah mengatakan huruf “ya” sebelum “ain”.
Jadi sifat kalam  itu qadim, dan kalam Allah yang yang dipergunakan untuk makhluknya seperti al-Qur’an, Taurat, dan Injil bukanlah makhlukNya, tetapi tidak pula qadim.
Ziarah ke kuburan orang saleh dan kuburan Nabi saw untuk mencari keberkatan dan keberuntungan, menurut Ibn Taimiyah tidak boleh. Namun, jika ziarah itu maksudnya mengambil pelajaran, maka hukumnya boleh bahkan disunnatkan.
Dengan pernyataan ini Ibn Taimiyah  menentang pendapat jumhur kaum Muslimin. Dasar larangan untuk berziarah adalah kekhawatiran pada keberhalaan. Hal ini merupakan kekhawatiran yang tidak pada tempatnya. Jika ziarah itu mengandung pensucian terhadap nabi, berarti pensucian terhadap nabi yang menjadi utusan Allah. Pensucian terhadap nabiNya merupakan upaya membangkitkan pentauhidan terhadap Allah itu sendiri.
Ibn Taimiyah sendiri meriwayatkan bahwa ulama salaf yang saleh senantiasa mengucapkan salam kepada nabi setiap kali melewati Raudlah. Nafi’, bekas budak Ibn Umar pernah meriwayatkan bahwa Ibn Umar pernah mengucapkan salam ke kubur. Ia mengatakan, “ saya melihatnya sebanyak seratus kali atau lebih datang ke kubur dan terlihat meletakkan tangannya pada tempat duduk nabi di mimbar, kemudian ia mengusapkannya pada wajahnya”. Imam empat pun setiap kali datang ke Madinah juga berziarah ke kuburan nabi. Jika beliau bermaksud  melarang ziarah kekuburannya niscaya beliau dimakamkan  jauh dari masjid, seperti di pemakaman baqi’ (Abu Zahrah, 1996).
 
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Salafiyah adalah kelompok yang mengaku sebagai pengikut pemuka agama yang hidup dimasa lalu dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in. Baik yang berkaitan dengan akidah, syari’at dan perilaku keagamaan. Sebagian ada yang menambahkan bahwa salaf mencakup Imam Mazhab, sehingga Salaf  adalah tergolong pengikut mereka dari semua sisi keyakinan keagamaannya.
Pokok ajaran dari ideologi dasar Salafiyah adalah bahwa Islam telah sempurna dan selesai pada waktu  masa Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya, oleh karena itu tidak dikehendaki inovasi yang telah ditambahkan pada abad nanti karena material dan pengaruh budaya.
Metode yang mereka gunakan yaitu menempatkan akal berjalan di belakang dalil naqli, mendukung dan menguatkannya. Akal tidak berdiri sendiri untuk dipergunakan menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan makna-makna nash.
Pemikiran mereka mengenai masalah wahdaniyah (keesaan Tuhan) mereka tidak berbeda dengan kaum muslimin lainnya. Namun ada beberapa hal yang bertentangan dengan Jumhur kaum muslimin. Misalnya, mereka berkeyakinan bahwa mengangkat perantara untuk mendekatkan diri (tawasul) kepada Allah dengan salah seorang hambaNya yang telah meninggal bertentangan dengan keesaan Tuhan. Berziarah ke Raudlah dan berdoa sambil menghadap ke kubur seorang nabi atau wali bertentangan dengan keesaanNya.
Mereka menetapkan apa saja yang tersebut dalam al-qur’an mengenai sifat-sifat Allah atau keadaan Nya. Tapi semua sifat itu tidak sama dengan makhluk. Menurut mereka sikap yang paling selamat adalah tafwidh (pasrah tanpa menakwilkan) yang diklaimnya sebagai sikap para ulama Salaf yang saleh.

DAFTAR PUSTAKA
al-Syarbasi, Ahmad, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, penerjemah: Sabil Huda, H.A. Ahmadi, Amzah, 2001
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994
http://tokoh-muslim.blogspot.com/2009/03/ibnu-taimiyah.html, selasa,  21 Februari 2012, pukul 15.30
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Akidah Dalam Islam, alih bahasa: Abd Rahman Dahlan, Ahmad Qarib, Logos, Jakarta, 1996
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, penerjemah: Eva Y.N dkk, Mizan, Bandung, 2001