Jumat, 16 November 2012
aplikasi pembaca ebook
ebook bentuknya bermacam-macam, ada yang pdf, djvu, prc, dll. untuk membaca ebook dalam bentuk djvu kawan-kawan bisa download di link ini http://adf.ly/EsxsL
Minggu, 11 November 2012
referensi pengetahuan ilmu sejarah
bagi temen2 yang mau mempelajari ilmu sejaraah bisa down load buku-bukunya di sini
http://adf.ly/Ehhg9
http://adf.ly/Ehhg9
Senin, 23 April 2012
GERAKAN SALAF
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salafiyah merupakan salah satu aliran dari banyak aliran
dan berbagai macam paham dalam Islam.
Dalam agama Islam telah terjadi banyak perbedaan pendapat yang melahirkan
berbagai mazhab dalam aspek-aspek I’tiqad, politik dan fikih.
Perbedaan ini sebenarnya tidak sampai menyentuh inti dari
agama Islam dan tidak berkaitan dengan
sendi-sendi Islam yang dapat diketahui dengan mudah. Contohnya hukum haram
memakan babi, minuman keras, memakan bangkai. Perbedaan tersebut juga tidak
menyangkut masalah keesaan Tuhan, kesaksian bahwa nabi Muhammad adalah
Rasulullah, bahwa Al-Qur’an adalah dari sisi Allah.
Rasulullah pernah bersabda :
إفترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة, وافترقت النصارى على إثنتين وسبعين فرقة,
وستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة
“Kaum Yahudi terpecah menjadi tujuh
puluh satu golongan, kaum Nasrani terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan,
dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan”
Meskipun keshahihannya masih diperdebatkan, namun ada
banyak riwayat yang saling menguatkan sehingga tidak ada keraguan tentang makna
yang dikandungnya. Hal-hal yang menyebabkan perbedaan di kalangan umat Islam
antara lain fantisme golongan, perbutan kekuasaan, penggalian hukum dan
lain-lain.
Ketika umat Islam mengalami kemunduran dan degenerasi
umat, maka muncul apa yang disebut dengan masa taklid. Pada masa ini umat Islam
sangat mundur dalam berbagai bidang, baik pemikiran keagamaan, politik, sosial,
ekonomi, maupun moral. Setelah Baghdad jatuh ke tangan Mongol, Negara Islam
jatuh bangun, para penguasa tidak berdaya, kezaliman merajalela dan para ulama
tidak berijtihad secara murni lagi. Sementara itu masyarakat muslim banyak
menjadi penyembah kuburan nabi, ulama, tokoh-tokoh tarekat, dan sufi untuk
mengharapkan berkah para nabi dan aulia.
Dalam situasi sepert itu muncul ulama yang ingin
membangun kembali alam pikiran kaum muslimin dengan menyadarkan mereka agar
kembali pada al-Qur’an dan hadis sebagaimana yang telah ditempuh kaum salaf.
Gerakan ini dipelopori oleh Ibn Taimiyah pada abad 7 Hijriah. Ia mendesak kaum
muslimin dengan gencar agar kembali pada ajaran yang utama, al-Qur’an dan
sunnah Nabi saw (Ensiklopedi Islam, 1994: 204).
Ia menyiarkan pahamnya
ini dengan gencar sehingga menyebabkan perselisihan antara mereka dengan
Asy’ariyah. Pada abad ke-12 Hijriyah muncul ajaran serupa yang di bawa oleh
Muhammad ibn Abdul Wahhab yang terus
menerus mengampanyekannya sehingga membangkitkan amarah ulama. Gerakan ini pada
awalnya dinamakan dengan Wahhabiyah
namun karena berkonotasi negatif mereka menamakannya dengan Salafiyah.
Penyebabnya adalah dikarenakan dalam menyebarkan pahamnya mereka menggunakan
kekerasan.
Sebenarnya gerakan semacam ini pernah muncul pada abad
ke-4 Hijriyah, mereka terdiri dari ulama mazhab Hanbali yang berpendapat bahwa
garis besar pemikiran mereka bermuara pada pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal yang
menghidupkan akidah ulama salaf dan berusaha memerangi paham lainnya (Abu
Zahrah, 1996: 225).
B. Pokok
Masalah
Dari uraian diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut: Apa yang dimaksud dengan golongan
salaf? Bagaimana metode berfikir mereka? Dan bagaimana pemikiran mereka?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kata Salafiyah berasal dari kataسلف, يسلف, سلفا , yang berpadanan dengan kata تقدم dan مضى, yang dapat diartikan dengan
berlalu, sudah lewat atau terdahulu ( Ensiklopedi Islam, 1994:203). Dalam
al-Qur’an kata salaf digunakan untuk merujuk pada masa lalu seperti dalam surat
al-Maidah ayat 95:
$xÿtã ª!$# $£Jtã
y#n=y™ 4
“Allah telah memaafkan apa yang
telah lalu”
Dan juga dalam surat al-Anfal ayat 38 :
@è% z`ƒÏ%©#Ïj9 (#ÿrãxÿŸ2 bÎ)
(#qßgtG^tƒ öxÿøóムOßgs9
$¨B
ô‰s% y#n=y™ bÎ)ur
(#rߊqãètƒ ô‰s)sù ôMŸÒtB àM¨Yß™ šúüÏ9¨rF{$#
ÇÌÑÈ
“Katakanlah
kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari
kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka
yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi Sesungguhnya akan Berlaku (kepada
mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ".
Salafiyah ialah
orang-orang yang mengidentifikasikan pemikiran mereka dengan pemikiran para salaf
(Abu Zahrah, 1996: 225). Dalam kepustakaan Islam sering disebut perkataan salaf
al-shalih, yang berarti orang saleh terdahulu atau yang sudah lewat. Para
ahli menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan salaf al-shalih adalah
orang-orang yang hidup pada zaman nabi sampai abad ke-3 Hijriah ( Ensiklopedi Islam, 1994: 203).
Sebagaimana sabda Rasul :
عن عمران ابن حصين رضى الله عنه قال: قال رسول الله صلعم
"إن خيركم قرنى ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم". متفق عليه
“Sebaik-baik
dari kalian adalah pada masaku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka”
Jadi Salafiyah adalah kelompok yang mengaku sebagai
pengikut pemuka agama yang hidup dimasa lalu dari kalangan sahabat, tabi’in dan
tabi’ tabi’in. Baik yang berkaitan dengan akidah, syari’at dan perilaku
keagamaan. Bahkan sebagian ada yang menambahkan bahwa salaf mencakup Imam
Mazhab, sehingga Salaf adalah tergolong pengikut mereka dari semua sisi keyakinan
keagamaannya.
Pokok ajaran dari ideologi dasar Salafiyah
adalah bahwa Islam telah sempurna dan selesai pada waktu masa Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya,
oleh karena itu tidak dikehendaki inovasi yang telah ditambahkan pada abad
nanti karena material dan pengaruh budaya. Paham ideologi Salafiyah berusaha
untuk menghidupkan kembali praktek Islam yang lebih mirip agama Nabi Muhammad
selama ini.
B. Macam-macam
Salafiyah
John L. Esposito (2001) membagi golongan Salafiyah menjadi tiga macam
berdasarkan periodenya:
1.
Salafiyah klasik
Ketika muncul berbagai perdebatan sengit antara penganut mazhab-mazhab
teologi, timbul kecenderungan intelektual untuk kembali kepada Islam yang
murni. Pelopornya adalah Imam Ahmad Ibn Hanbal, beliau merupakan salah satu
dari empat Imam mazhab. Beliau adalah seorang yang mempunyai sifat-sifat luhur
dan tinggi. Ia lahir di Baghdad pada bulan Rabiul Awal th 164 H. Di antara
guru-gurunya ialah Abu Yusuf Yakub ibn Ibrahim al-Qadhi, ia mempelajari fiqh
darinya. Beliau belajar hadis dari Husyaim ibn Basyir dan beliau juga pernah
berguru pada Imam Syafi’i (Ahmad al-Syarbasi, 2001).
Dalam menghadapi Mu’tazilah tentang penciptaan al-Qur’an dia memberikan
prinsip-prinsip. Pertama, keutamaan teks wahyu atas akal. Dia
mengabaikan ta’wil teks dan menjelaskan teks sesuai dengan filologi Arab,
hadis, pemahaman sahabat nabi, dan penerus mereka. Kedua, penolakan
terhadap ilmu kalam, dan menganggapnya bid’ah. Ketiga, ketaatan pada
al-Qur’an, Sunnah, dan Ijmak para leluhur shalih. Dan ia menetapkan pedoman
yang ketat dalam penggunaan ijtihad dan membatasi penggunaan qiyas.
Dalam perjalanannya pendekatan ini berevolusi seiring berjalannya waktu.
Adalah Ibn Taimiyah yang banyak menyumbang dalam evolusi tersebut. Ibn Taimiyah adalah ulama besar dari Harran, Turki yang
mempunyai nama lengkap Abu al-Abbas Taqiuddin Ahmad ibn Abdus Salam ibn
Abdullah ibn Taimiyah al-Harrani. Ia lahir pada10 Rabiul Awal 661 H (22 Januari
1263 M).
Ia berasal dari keluarga
religius, ayahnya Syihabudin ibn Taimiyah adalah ulama, hakim, dan khatib.
Begitu pula kakeknya adalah ulama yang menguasai fiqh, hadis, tafsir, ilmu
ushul, dan hafidz (republika.co.id).
Sejak kecil beliau sudah
menunjukkan kecerdasannya. Pada umur 17 tahun ia sudah mengajar dan berfatwa,
terutama dalam bidang ilmu tafsir, ilmu ushul, dan ilmu lainnya. Ia wafat di
dalam penjara Qal’ah Dimasyqy pada 20 Dzul Hijjah 728 H (1328 M), dan di
saksikan oleh muridnya, Ibn al Qayyim. Ibn Taimiyah berada dalam penjara selama
27 bulan lebih beberapa hari.
Pendekatannya berfokus pada tauhid, serta menyangkal argumen ideologis
mazhab teologi. Namun dalam beberapa hal ia agak berbeda dengan mazhab Hanbali.
Dia menolak taklid dan ijmak, menyetujui penggunaan qiyas, serta mempertahankan
pandangannya sendiri dalam beberapa masalah fikih.
2.
Salafiyah Pra Modern
Pada abad ke-18, beberapa gerakan reformasi muncul untuk menangani
kehancuran moral dan sosial umat muslim. Wahhabiyah adalah gerakan terpenting.
Pendirinya Muhammad Ibn Abdul Wahhab (1703-1792) menggunakan ajaran Ibn Hanbal
dan Ibn Taimyah dalam keinginannya untuk memurnikan semenanjung Arab dari
praktik non-Islam dan membangun negara Islam yang meneladani negara yang
didirikan oeh nabi. Mereka tetap menafsirkan agama secara harfiah dan terikat
pada masa lalu. Mereka berjuang bukan untuk membangun model yang bisa hidup
pada masa depan, melainkan menciptakan kembali model awal nabi dan para
sahabatnya.
3.
Salafiyah Modern
Salafiyah modern dipelopori oleh Jamal al-Din al-Afghani (1859-1897) dan
Muhammad Abduh (1849-1905) pada pergantian abad 20. Tujuan utamanya adalah
menyingkirkan dari umat Islam mentalitas taklid dan jumud (stagnasi)
berabad-abad, mengembalikan Islam pada bentuk murninya, dan mereformasi kondisi
moral, budaya, dan politik.
Mereka mengidentifikasi akar masalah tidak terdapat pada ajaran Islam,
tetapi dalam infitrasi konsep dan praktik asing, disintegrasi umat Islam, dan
praktik despostisme politik. Distorsi keyakinan keyakinan Islam dasar
menyebabkan sikap kepasrahan, kepasifan, dan ketundukan dikalangan muslim, yang
berujung pada stagnasi dan peniruan buta
oleh para ulama tradisionalis.
Seperti Salafiyah klasik, para reformator modern juga meyakini bahwa
al-Qur’an adalah firman Allah yang tidak tercipta, dan menolak penafsiran
esoterik dari ayat-ayatnya. Meskipun mereka berusaha kembali kepada sumber
otoritas Islam -al-Qur’an dan Sunnah- Salafiyah modern selangkah lebih jauh
dalam usaha mereka membuat sintesis antara teks dan akal. Mereka menganggap wahyu
dan akal sepenuhnya harmonis. Bilamana tampak ada kontradiksi keduanya, mereka
menggunakan akal untuk penafsiran ulang teksnya.
C. Cara
Berfikir Kaum Salaf
Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah dalam menerangkan
akidah Islam menggunakan metode falsafi yang mereka tiru dari Yunani. Motivator
mereka menggunakan metode ini adalah untuk membela Islam.
Kaum Salaf menentang penggunaan metode ini. Mereka
menginginkan agar pengkajian akidah kembali kepada prinsip-prinsip yang
dipegang oleh para sahabat dan tabi’in. Mereka mengambil prinsip-prinsip akidah
dan dalil-dalil yang mendasarinya dari al-Qur’an dan Sunnah, serta melarang
untuk mempertanyakan dalil-dalil itu.
Mereka tidak percaya kepada akal karena akal dapat
menyesatkan. Mereka hanya percaya kepada nash dan dalil-dalil yang diisyaratkan
oleh nash, sebab ia merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi.
Ibn Taimiyah berpendapat bahwa tidak ada jalan untuk
mengetahui akidah, hukum-hukum dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya
kecuali dari al-Qur’an dan al-Sunnah yang menjelaskannya. Akal manusia tidak
mempunyai otoritas untuk menta’wilkan al-Qur’an, menginterpretasikannya, atau
mentakhrijnya kecuali sekedar yang di tunjukkan oleh berbagai susunan kalimat
al-Qur’an dan yang terkandung dalam berbagai hadis.
Intinya metode Salaf
yaitu menempatkan akal berjalan di belakang dalil naqli, mendukung dan menguatkannya. Akal tidak berdiri sendiri
untuk dipergunakan menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan makna-makna nash.
D. Pemikiran
Kaum Salaf
Kaum salaf
membahas persoalan-persoalan yang biasa dibahas dalam ilmu kalam,
seperti keesaan Tuhan, sifat-sifatnya, al-Qur’an makhluk atau bukan makhluk,
serta sifat dan ayat yang mengandung penyerupaan Allah dengan makhluk.
Mengenai masalah wahdaniyah (keesaan Tuhan) mereka
tidak berbeda dengan kaum muslimin lainnya. Namun ada beberapa hal yang
bertentangan dengan Jumhur kaum muslimin. Misalnya, mereka berkeyakinan bahwa
mengangkat perantara untuk mendekatkan diri (tawasul) kepada Allah
dengan salah seorang hambaNya yang telah meninggal bertentangan dengan keesaan
Tuhan. Berziarah ke Raudlah dan berdoa sambil menghadap ke kubur seorang nabi
atau wali bertentangan dengan keesaanNya.
Mereka menetapkan apa saja yang tersebut dalam al-qur’an
mengenai sifat-sifat Allah atau keadaan Nya. Mereka menetapkan sifat cinta,
murka, benci, berbicara, serta mempunyai wajah dan tangan tanpa mentakwilkan
dan tanpa menafsirkan dengan selain pengertian yang dzahir itu. Tapi semua
sifat itu tidak sama dengan makhluk.
Ibn Taimiyah mengatakan bahwa Allah mempunyai tangan
tanpa penjelasan bagaimana bentuknya dan tanpa menyerupakan dengan makhluk. Ia
juga mengatakan mazhab salaf berada di antara paham nihilisme (meniadakan persamaan dengan makhluk) dan paham antrophomorfisme (menyamakan Tuhan
dengan makhluk).
Namun pendapat mereka mendapatkan tentangan dari ulama
lainnya, karena pandangan tersebut dapat mengakibatkan paham tasybih dan
tajsimiyah. Meskipun mereka mengatakan tidak mengartikan sifat-sifat itu
menurut pengertian bahasa dan tidak mengartikannya dengan pengertian lahiriah
yang sudah dikenal, akan tetapi pengertian yang lahir inilah yang dikenal oleh
banyak orang, sedangkan pendapat mereka telah diikuti oleh banyak orang awam
Menurut Ibn Taimiyah sikap yang paling selamat adalah tafwidh
(pasrah tanpa menakwilkan) yang diklaimnya sebagai sikap para ulama Salaf yang
saleh. Ia bersandar kepada firman Allah :
uqèd
ü“Ï%©!$# tAt“Rr&
y7ø‹n=tã |=»tGÅ3ø9$#
çm÷ZÏB ×M»tƒ#uä ìM»yJs3øt’C
£`èd ‘Pé& É=»tGÅ3ø9$#
ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù
tûïÏ%©!$#
’Îû
óOÎgÎ/qè=è%
Ô÷÷ƒy— tbqãèÎ6®KuŠsù
$tB
tmt7»t±s?
çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#ƒÍrù's? 3 $tBur
ãNn=÷ètƒ ÿ¼ã&s#ƒÍrù's?
žwÎ) ª!$# 3 tbqã‚Å™º§9$#ur
’Îû
ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)tƒ $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/
@@ä. ô`ÏiB
ωZÏã
$uZÎn/u‘ 3 $tBur
ã©.¤‹tƒ HwÎ) (#qä9'ré&
É=»t6ø9F{$#
ÇÐÈ
“Dia-lah
yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain
(ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.
Imam al-Ghazali berbeda pendapat dengannya. Ia mengatakan
bahwa lafadz tentang Allah dalam al-Qur’an dan Hadis mempunyai beberapa makna,
yaitu yang dzahir dan makna metaforis. Misalnya ayat :
߉tƒ «!$# s-öqsù öNÍk‰É‰÷ƒr&
4
“tangan
Allah di atas tangan mereka”
Lafadz tersebut memiliki dua makna : pertama, makna asli
menurut pengertian bahasa, yaitu daging, tulang dan urat yang merupakan anasir jism (tubuh) serta mempunyai sifat
khusus. Kedua, makna metaforis, lafadz tangan terkadang dipinjam untuk
pengertian lain yang bukan jism.
Misalnya, “negeri ini di tangan penguasa”. Kalimat tersebut dapat dipahami
meskipun penguasa itu tidak bertangan. Jadi makna yang dikehendaki adalah makna
kedua karena mustahil bagi Allah mempunyai daging, tulang,darah sebagaimana jism.
Mengenai kemakhlukan al-Qur’an Ibn Taimiyah berpendapat
bahwa firman Allah yang diturunkan itu tidak diciptakan. Dan al-Qur’an bukanlah
sifat kalam yang qadim,yang berdiri
pada Dzat Allah. Ia mengatakan kalam Allah qadim
ketika Dia berbicara dengan kehendak dan kekuasaanya. Namun ketika dikatakan
bahwa Allah memanggil dan berbicara dengan suara, maka tidak berarti suara itu qadim. Bila Allah membicarakan
al-Qur’an, Taurat, dan Injil, maka mereka tidak bisa menolak bahwa Allah
mengatakan huruf “ya” sebelum “ain”.
Jadi sifat kalam itu qadim,
dan kalam Allah yang yang dipergunakan untuk makhluknya seperti al-Qur’an,
Taurat, dan Injil bukanlah makhlukNya, tetapi tidak pula qadim.
Ziarah ke kuburan orang saleh dan kuburan Nabi saw untuk
mencari keberkatan dan keberuntungan, menurut Ibn Taimiyah tidak boleh. Namun,
jika ziarah itu maksudnya mengambil pelajaran, maka hukumnya boleh bahkan
disunnatkan.
Dengan pernyataan ini Ibn Taimiyah menentang pendapat jumhur kaum Muslimin.
Dasar larangan untuk berziarah adalah kekhawatiran pada keberhalaan. Hal ini
merupakan kekhawatiran yang tidak pada tempatnya. Jika ziarah itu mengandung
pensucian terhadap nabi, berarti pensucian terhadap nabi yang menjadi utusan
Allah. Pensucian terhadap nabiNya merupakan upaya membangkitkan pentauhidan
terhadap Allah itu sendiri.
Ibn Taimiyah sendiri meriwayatkan bahwa ulama salaf yang
saleh senantiasa mengucapkan salam kepada nabi setiap kali melewati Raudlah.
Nafi’, bekas budak Ibn Umar pernah meriwayatkan bahwa Ibn Umar pernah mengucapkan
salam ke kubur. Ia mengatakan, “ saya melihatnya sebanyak seratus kali atau
lebih datang ke kubur dan terlihat meletakkan tangannya pada tempat duduk nabi di mimbar,
kemudian ia mengusapkannya pada wajahnya”. Imam empat pun setiap kali datang ke
Madinah juga berziarah ke kuburan nabi. Jika beliau bermaksud melarang ziarah kekuburannya niscaya beliau
dimakamkan jauh dari masjid, seperti di
pemakaman baqi’ (Abu Zahrah, 1996).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salafiyah adalah kelompok yang mengaku sebagai pengikut
pemuka agama yang hidup dimasa lalu dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’
tabi’in. Baik yang berkaitan dengan akidah, syari’at dan perilaku keagamaan.
Sebagian ada yang menambahkan bahwa salaf mencakup Imam Mazhab, sehingga Salaf adalah tergolong pengikut mereka dari semua
sisi keyakinan keagamaannya.
Pokok ajaran dari ideologi dasar Salafiyah
adalah bahwa Islam telah sempurna dan selesai pada waktu masa Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya,
oleh karena itu tidak dikehendaki inovasi yang telah ditambahkan pada abad
nanti karena material dan pengaruh budaya.
Metode yang mereka gunakan yaitu menempatkan akal
berjalan di belakang dalil naqli,
mendukung dan menguatkannya. Akal tidak berdiri sendiri untuk dipergunakan
menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan makna-makna nash.
Pemikiran mereka mengenai masalah wahdaniyah (keesaan
Tuhan) mereka tidak berbeda dengan kaum muslimin lainnya. Namun ada beberapa
hal yang bertentangan dengan Jumhur kaum muslimin. Misalnya, mereka
berkeyakinan bahwa mengangkat perantara untuk mendekatkan diri (tawasul) kepada
Allah dengan salah seorang hambaNya yang telah meninggal bertentangan dengan
keesaan Tuhan. Berziarah ke Raudlah dan berdoa sambil menghadap ke kubur
seorang nabi atau wali bertentangan dengan keesaanNya.
Mereka menetapkan apa saja yang tersebut dalam al-qur’an
mengenai sifat-sifat Allah atau keadaan Nya. Tapi semua sifat itu tidak sama
dengan makhluk. Menurut mereka sikap yang paling selamat adalah tafwidh (pasrah tanpa menakwilkan) yang
diklaimnya sebagai sikap para ulama Salaf yang saleh.
DAFTAR PUSTAKA
al-Syarbasi, Ahmad, Sejarah dan Biografi
Empat Imam Mazhab, penerjemah: Sabil Huda, H.A. Ahmadi, Amzah, 2001
Dewan Redaksi
Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta,
1994
http://tokoh-muslim.blogspot.com/2009/03/ibnu-taimiyah.html, selasa,
21 Februari 2012, pukul 15.30
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/02/03/lyt4mn-hujjatul-islam-ibnu-taimiyah-sang-mujaddid-teguh-pendirian-1, selasa,
21 Februari 2012, pukul 15.30
Imam Muhammad
Abu Zahrah, Aliran Politik dan Akidah
Dalam Islam, alih bahasa: Abd Rahman Dahlan, Ahmad Qarib, Logos, Jakarta,
1996
John L.
Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, penerjemah: Eva Y.N
dkk, Mizan, Bandung, 2001
Langganan:
Postingan (Atom)